Banjir
adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam
daratan. Pengarahan banjir Uni Eropa
mengartikan banjir sebagai perendaman sementara oleh air pada daratan yang
biasanya tidak terendam air. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga
dapat berarti masuknya pasang laut.
Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai
atau danau
yang meluap atau melimpah dari bendungan sehingga air keluar dari sungai itu.
Banjir juga dapat terjadi di
sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan
sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun
di dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari
dengan pindah menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap
dan bekerja dekat air untuk mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta
perjalanan dan perdagangan yang lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di
wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar
daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik. (Wikipedia)
Indonesia sendiri terdiri dari
beberapa kota besar, dimana banjir ini masih menjadi polemik sehari – hari
dalam kegiatan perekonomian dan pendidikan masyarakatnya. Salah satunya Ibu Kota
Jakarta, berdasarkan laporan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Jakarta di tanggal 15 Februari 2018. Banjir
di jalan YOS Sudarso, Sunter Jaya mencapai ketinggian 10-20 cm. Dan upaya
terakhir yang dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air adalah membersihkan limbah
pembuangan air.
Selain daerah tersebut, berikut adalah update banjir di kawasan DKI Jakarta per 15 Februari
2018 pukul 13.00 WIB, yang dihimpun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB):
Jakarta Timur (5 RW)Kayu Putih = RW 10, 11
Pulo Gadung = RW 04, 08
Rawamangun = RW 18
Jakarta Pusat (2 RW)
Kramat = RW 06
Paseban = RW 08
Jakarta Barat (27 RW)
Kalideres = RW 01, 16
Kamal = RW 01,02,03,04,05,06,07,08,09
Kapuk = RW 01,02,03,04,05,06,07,09,10,11,12,13,15,16
Rawa Buaya = RW 01
Tegal Alur = RW 15
Jakarta Utara (19 RW)
Ancol = RW 10
Kamal muara = RW 01, 02
Kelapa gading Barat = RW 20
Kelapa Gading Timur = RW 01,02,17,18,19
Lagoa = RW 03
Pegangsaan Dua = RW 02, 03, 04, 06,11, 16
Penjaringan = RW 12, 17
Sungai Bambu = RW 09
Jumlah:
Kabupaten Kota : 4
Kelurahan : 18
RW : 53
Padahal sejak tahun 2014 alokasi
anggaran untuk banjir di DKI jakarta sudah dinaikkan dari Rp 2,31 Triliun (APBD 2013) menjadi Rp 5,5
Triliun. Jumlah ini dipakai untuk normalisasi, pengerukan, pelebaran kali, pembebasan
lahan bantaran, bangun rusunawa, dan pembuatan waduk baru di Jakarta. Belum
lagi anggaran perbaikan untuk jalanan aspal rusak karna banjir. Adakah solusi
sekaligus tindakan preventif lain yang bisa dilakukan?
Jawabannya
ada.
Salah satu
diantaranya adalah dengan inovasi dari segi material pembentukan jalan. Berikut
beberapa contoh inovasi material jalan telah ditemukan.
1.
Permeable Topmix
Permeable
Topmix adalah teknologi terbaru dari beton yang dikembangkan oleh salah satu
industri di UK, dimana beton ini diberi kemampuan untuk menyerap air sampai
dengan 4.000 liter per menit dengan rata rata 600 liter per menit dalam
satu meter persegi (m2)
Topmix Permeable memiliki daya serap sebesar 36.000 mm/jam. Dengan
asumsi curah hujan paling tinggi sekitar 300 mm/jam, maka produk ini memiliki
daya serap air 120x lebih cepat dari curah hujan itu sendiri. Sayangnya untuk
detail teknis material dan metode pembuatannya belum diaungkap ke publik oleh
Tarmac.
Untuk aplikasi perkotaan, terutama kota metropolis seperti Jakarta dan
Surabaya, sepertinya produk ini sangat potensial. Air yg terserap dalam jalanan
beton yang dibuat dengan konsep Topmix Permeable, dapat dialokasikan untuk
dialirkan ke irigasi, saluran air untuk air minum, untuk penampungan di kolam,
atau dialirkan kembali menuju muara sungai. Tinggal sistem penataannya yang
perlu dikembangkan sebagai layer di bawah
system Topmix Permeable.
2. Geopori
Geopori merupakan racikan bahan pembuatan jalan sebagai pengganti beton
atau aspal yang mampu menyerap air genangan di jalan. Bahan baku yang digunakan
didapat dari bahan-bahan limbah industri berbahaya seperti limbah batu bara
yang kerap dipandang tak punya nilai ekonomis. bahannya dari limbah industri
B3. Itu jadi tindakan green environment, green product, dan green process.
Secara konstruksi, pembuatan jalan geopori tak jauh berbeda dengan
proyek jalan menggunakan aspal atau beton. Daya serap geopori bisa mencapai
2.000 liter per menit per meter persegi. Bahkan, daya serapnya bisa jauh lebih
besar menyesuaikan kebutuhan konstruksi.